Qunut termasuk amalan yang disunahkan dalam
shalat. Qunut yang disunahkan ada tiga macam: qunut shubuh, qunut witir pada
separuh akhir Ramadhan, dan qunut nazilah. Terkait qunut shubuh, Imam Al-Nawawi
dalam Al-Adzkar mengatakan:
اعلم أن القنوت في صلاة الصبح سنة للحديث الصحيح فيه عن
أنس رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لم يزل يقنت في الصبح حتى فارقا
الدنيا. رواه الحاكم أبو عبد الله في كتاب الأربعين وقال حديث صحيح
Artinya, “Qunut shalat shubuh disunahkan
berdasarkan hadits shahih dari Anas bahwa Rasulullah SAW selalu qunut sampai
beliau meninggal. Hadits riwayat Hakim Abu Abdullah dalam kitab Arba’in. Ia
mengatakan, itu hadits shahih,” (Lihat Muhyiddin Yahya bin Syaraf An-Nawawi,
Al-Adzkar, Beirut, Darul Fikri, 1994, halaman 59).
Menurut Imam An-Nawawi, qunut shubuh sunah
muakkadah, meninggalkannya tidak membatalkan shalat, tetapi dianjurkan sujud
sahwi, baik ditinggalkan sengaja atau tidak. Doa qunut shubuh adalah sebagai
berikut:
اَللّهُمَّ
اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِى فِيْمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِىْ
فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِىْ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَقِنِيْ شَرَّمَا
قَضَيْتَ فَاِ نَّكَ تَقْضِىْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَاِ نَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ
وَالَيْتَ وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ
فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ وَاَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Allahummahdini fî man hadait, wa ‘âfini fî
man ‘âfait, wa tawallanî fî man tawallait, wa bâriklî fî mâ a‘thait, wa qinî
syarra mâ qadhait, fa innaka taqdhî wa lâ yuqdhâ ‘alaik, wa innahû lâ yazillu
man wâlait, wa lâ ya‘izzu man ‘âdait, tabârakta rabbanâ wa ta‘âlait, fa lakal
hamdu a’lâ mâ qadhait, wa astagfiruka wa atûbu ilaik, wa shallallâhu ‘alâ
sayyidinâ muhammadin nabiyyil ummiyyi wa ‘alâ âlihi wa shahbihi wa sallam.
Doa
qunut yang disebutkan di atas dibaca pada saat shalat sendiri. Kalau shalat
berjamaah, imam dianjurkan mengubah lafal “ihdinî (berilah aku petunjuk)”
menjadi “ihdinâ (berilah kami petunjuk)”. Karena dalam pandangan Syekh
Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Mu’in dimakruhkan berdoa untuk diri sendiri
pada saat doa bersama. Ia menegaskan:
وكره
لإمام تخصيص نفسه بدعاء أي بدعاء القنوت للنهي عن تخصيص نفسه بدعاء، فيقول الإمام:
اهدنا
Artinya, “Dimakruhkan bagi imam berdoa khusus
untuk dirinya sendiri pada saat doa qunut karena ada larangan tentang hal itu.
Karenanya, hendaklah imam membaca ‘ihdina,’” (Lihat Zainuddin Al-Malibari,
Fathul Muin, Jakarta, Darul Kutub Al-Islamiyyah, 2009 M, halaman 44).
Pada saat membaca doa qunut, imam dianjurkan
mengeraskan suaranya dan makmum mengamininya. Dianjurkan pula mengangkat kedua
tangan sebagaimana doa pada umumnya. Lebih utama lagi, pada saat doa yang
mengandung harapan dan permintaan, telapak tangan menghadap ke atas, sementara
saat doa yang mengandung tolak bala atau dijauhkan dari musibah yang sedang
terjadi, punggung telapak tangan menghadap ke atas. Wallahu a’lam. (Hengki
Ferdiansyah)
Sumber: https://islam.nu.or.id
إرسال تعليق