Sudah menjadi kebiasaan dan sering kita temukan banyak masyarakan yang nenyebarkan Informasi keagamaan melalui media sosial, baik itu facebook, instagram, twitter, WA dan media sosial lainnya. Informasi yang mereka bagikan adalah keutamaan, anjuran, ataupun yang lainnya .
maksud dari Informasi yang mereka share tentunya bertujuan untuk memberi memotifasi memperbanyak ibadan dan Amal sholeh. Salah satu yang sering kita jumpai adalah adanya motifasi untuk memperbanyak ibadah dan amal sholeh lainnya di bulan Rajab, seperti puasa bulan Rajab misalnya.
Tujuan dari membagi informasi tersebut memang memiliki nilai positif, namun terkadang bagi sebagian orang ada yang mempermasalahkan hal tersebut karena memang dasar-dasar tentang keutamaan bulan Rajab yang di share adalah Hadits - Hadits yang bermasalah.
Selanjutnya bagaimana kita menyikapi tentang dasar-dasar keutamaan bulan Rajab?, Di lansir dari NU Online dijelaskan, hadits seputar keutamaan bulan Rajab ini sudah pernah dikaji oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani. Hasil kajiannya itu ditulis dalam kitab berjudul Tabyinul ‘Ajab bi Ma Warada fi Fadhli Rajab. Dalam kitab itu ia berkata:
لم يرد في فضل شهر رجب، ولا في صيامه ولا في صيام شيئ منه معين، ولا في قيام ليلة مخصوصة فيه حديث صحيح يصلح للحجة. وقد سبقني إلى الجزم بذلك الإمام أبو إسما عيل الهروي الحافظ.....ولكن اشتهر أن أهل العلم يتسمحون في إيرد الأحاديث في الفضائل وإن كان فيها ضعيف، ما لم تكن موضوعة
Artinya, “Tidak ada hadits shahih yang bisa dijadikan hujjah terkait keutamaan Rajab, puasa Rajab, atau puasa di hari tertentu di bulan Rajab, serta beribadah pada malam tertentu di bulan Rajab. Sebelumnya sudah ada yang melakukan kajian ini, yaitu Imam Abu Ismail Al-Harawi Al-Hafidz. Meskipun demikian, sesungguhnya para ulama membolehkan mengamalkan hadits tentang fadhilah amal, walaupun kualitasnya lemah, selama tidak maudhu’.”
Dijelaskan lebih lanjut, Ibnu Hajar mengakui bahwa belum ditemukan dalil shahih dan spesifik terkait keutamaan bulan Rajab atau dalil khusus yang menyatakan keutamaan puasa di bulan Rajab. Namun dengan tidak adanya dalil shahih yang spesifik itu bukan berati puasa Rajab tidak boleh. Maksudnya bukan demikian.
Sebab dalam kajian hadits sendiri, beramal dengan hadits dhaif dibolehkan selama tidak berkaitan dengan akidah dan kualitas haditsnya tidak terlalu lemah. Apalagi dalam persoalan puasa Rajab, sebetulnya ada hadits shahih yang menjadi landasan kebolehan puasa Rajab.
Seperti dalam hadits riwayat Muslim disebutkan bahwa ada sahabat yang bertanya kepada Sa’id Ibnu Jubair terkait puasa Rajab. Said menjawab, “Saya mendengar Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Rasulullah SAW berpuasa (berturut-turut) hingga kami menduga Rasulullah SAW selalu berpuasa, dan ia tidak puasa (berturut-turut) sampai kami menduga ia tidak puasa,” (HR Muslim).
Kemudian dalam riwayat lain adalah hadits riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa’i, Al-Baihaqai, dan lain-lain yang menyebutkan bahwa Nabi memerintahkan salah seorang sahabatnya untuk berpuasa pada bulan-bulan mulia (asyhurul hurum). Sementara salah satu dari empat bulan yang dimuliakan dalam Islam adalah bulan Rajab.
Walaupun banyak hadits-hadits lemah (dhaif) terkait masalah keutamaan beribadah ataupun amalan-amalan di bulan Rajab namun bukan berarti kita tidak boleh memperbanyak amal ibadah di bulan Rajab, karena hadits dhaif itu sendiri masih boleh diamalkan dengan syarat tidak berkaitan dengan akidah hanya untuk fadhoilul A'mal dan kelemahannya tidak terlalu parah. Wallahu a’lam.
Post a Comment