Anugerah dan Ni'mat sekaligus rahmat tak terhingga dari Allah SWT. adalah menjadi seorang muslim. Nilai-nilai dan ajaran luhur agama Islam, yakni rahmatan lil alamin menjadi bukti betapa Islam mendambagakan suatu tatanan kehidupan masyarakat yang islami, yang memberikan kedamaian bagi seluruh makhluk semesta alam. Pangkal dari sebuah nilai yang dianut oleh setiap muslim adalah iman kepada Allah, sementara buah dari keimanan seseorang akan melahirkan kedamaian dan kebahagiaan bagi dirinya dan bagi sesama.
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Bahaudin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha menjelaskan tentang rasa manisnya iman yang puncaknya adalah akhlak yang mulia.
Mengutip NU Online,Gus Baha menjelaskan, rasa manis keimanan yang sering disebut dalam hadits-hadits Nabi Muhammad SAW. Ia mengatakan bahwa rasa manis yang demikian itu jarang diulas oleh banyak orang.
“Rasa manisnya iman ini sering disebut dalam hadits. Tetapi hal ini jarang sekali diangkat oleh banyak orang. Padahal ulama dalam syarah-syarah hadits menjelaskan banyak masalah ini,” kata Gus Baha dalam pengajian yang diselenggarakan di Masjid Bayt Al-Qur'an, Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Banten, Ahad (24/11) siang, sebagai mana dilansir dari nu.or.id.
$ads={1}
KH Ahmad Bahaudin Nursalim, Ulama muda yang dikenal luas akan pemahaman ilmu agamanya menjelaskan, mengutip pandangan Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam karyanya Fathul Bari yang mensyarahkan kitab hadits Imam Bukhari. Gus Baha mengatakan bahwa manisnya iman yang dirasakan orang yang beriman adalah kenyamanan akal pikiran atas apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW.
“Nanti akan saya bacakan ta’birnya (kutipan teksnya). Orang yang beriman mesti nyaman akal pikirannya. Bayangkan, Nabi Muhammad datang di tengah masyarakat Qurasy, lalu mengatakan bahwa maujudat, alam semesta, atau segala sesuatu yang ada ini diciptakan oleh zat yang gaib. Masyarakat jahiliyah heran, kok barang yang ada diciptakan oleh yang tidak ada? Tetapi bagi orang beriman, hal itu nyaman saja pada akal,” Jelas Gus Baha.
$ads={2}
Lebih lanjut beliau mengilustrasikan rasa manisnya iman sebagai kenyamanan akal itu seperti kepercayaan seorang pasien terhadap dokter yang dipercaya olehnya. Ketika diberi resep obat, pasien yang benar-benar percaya akan merasa nyaman. Tetapi orang yang tidak percaya akan menyangkal resep tersebut.
“Manisnya iman itu puncaknya iltidzadzan aqliyan, kenyamanan akal karena iltidzadz aqliy dapat merasakan kesempurnaan dan kebaikan sebagaimana riilnya yang dapat mengantarkannya kepada kemaslahatan dan kebaikan dunia dan akhirat,” pungkas ulama muda yang juga menjadi santri kesayangan mbah maimoen asal rembang tersebut .
Sumber : NU Online
Post a Comment